Balai Harta Peninggalan pada awal Pembentukannya di awali dengan masuknya Hindia Belanda ke Indonesia tahun 1596 sebagai pedagang. Dengan semakin banyaknya bangsa Belanda dan menghasilkan harta/kekayaan, maka guna mengurus harta-harta tersebut untuk kepentingan para ahli warisnya di Nederland, maka dibentuk Lembaga yang diberi nama West En BoedelKamer atau Weskamer (Balai Harta Peninggalan) pada tanggal 1 Oktober 1624 berkedudukan di Jakarta dengan Instruksi sebagai penuntun dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. BHP pada asasnya hanya berlaku bagi “golongan Eropa” dan diberlakukan bagi “golongan Timur Asing Cina” serta “golongan Timur Asia Non Cina
Balai Harta Peninggalan (BHP) merupakan lembaga yang pada mulanya untuk memenuhi kebutuhan orang-orang VOC (Vereenidge oost indiche compagne). VOC adalah perkumpulan dagang Belanda yang didirikan pada tahun 1602 oleh pemerintah Belanda, VOC didirikan dalam rangka menghadapi persaingan dagang dengan pedagang-pedagang Cina dan Portugis. Dengan semakin luasnya VOC di Indonesia maka timbul kebutuhan bagi para anggotanya khususnya didalam mengurus harta kekayaan yang ditinggalkan oleh Belanda, bagi kepentingan para ahli waris mereka yang berada di Netherland ataupun yang meninggal karena peperangan karena persaingan dagang, sehingga dapat mengakibatkan kerugian bagi anak-anak yang belum dewasa dengan timbulnya kekosongan hukum baik terhadap hukum perseorangan, hukum kekeluargaan maupun hukum waris.
Untuk menjangkau wilayah Indonesia yang sangat luas, maka menyusul di bentuk lagi Balai Harta Peninggalan Medan, Semarang, Surabaya dan Makasar. Bahkan di hampir tiap-tiap Karisidenan/ Kabupaten pada waktu itu dibentuk lagi Balai Harta Peninggalan yang merupakan Kantor Perwakilan. Sedangkan untuk Balai Harta Peninggalan Jakarta mempunyai Kantor Perwakilan di Bandung, Cirebon, Bogor, Sukabumi, Serang, Lampung, Palembang, Pangkal Pinang, Pontianak dan Singkawang.
Seiring perkembangan dan perubahan sistem Hukum di Indonesia, pada tahun 1987 semua perwakilan BHP di seluruh Indonesia dihapuskan sesuai Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor : M.06-PR.07.01 Tahun 1987. Saat ini hanya ada 5 (lima) Balai Harta Peninggalan di Indonesia, yaitu Jakarta, Semarang, Surabaya, Medan dan Makasar, dan masing-masing Balai Harta Peninggalan mempunyai wilayah kerja di daerah tingkat I dan tingkat II sebagai berikut:
- Balai Harta Peninggalan Jakarta, dengan wilayah kerjanya meliputi 8 (delapan) propinsi antara lain: Wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Lampung, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Jambi dan Kalimantan Barat;
- Balai Harta Peninggalan Surabaya, dengan wilayah kerjanya meliputi 4 (empat) wilayah antara lain: Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah
- Balai Harta Peninggalan Semarang, dengan wilayah kerjanya meliputi 2 (dua) wilayah yaitu: Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Jogjakarta;
- Balai Harta Peninggalan Medan, dengan wilayah kerjanya meliputi 8 (delapan)wilayah yaitu: Sumatera Utara, Jambi, Nangroe Aceh Darussallam, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Bengkulu dan Bangka Belitung;dan
- Balai Harta Peningggalan Makassar, dengan wilayah kerjanya meliputi 13 (tiga belas) wilayah yaitu: Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Bali, Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Maluku dan Maluku Utara
Pada saat ini Balai Harta Peninggalan Jakarta mempunyai wilayah kerja yang meliputi 8 (delapan) propinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Lampung, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Jambi dan Kalimantan Barat.